Senin, 06 Oktober 2014

Dari sebatang rokok dan segelas kopi pagi

Kirana mentari pagi tampak seperti tombak-tombak tajam yang membelesak dari celah daun kelapa di belakang rumah. Bulir embun yang masih menggantung di pucuk rumput liar, menanti siramananya agar terlihat berkilauan bak mutiara, meskipun itu membuat mereka harus hangus terpanggang cahaya, lenyap di pelukan udara. Awal hari yang beda, gumamku, sambil merasakan godaman keras di kepala akibat waktu tidur yang tidak wajar belakangan ini, karena kecongkakanku sendiri.

Malam-malam sepi yang kulewati, 'tak jua membuat aku sadar akan keangkuhanku kepadamu. Aku merasa, aku telah mengerti dan memahamimu, ternyata hanya seujung kuku yang aku tau, itupun masih sangat berlebih dan tak pantas buatku. Jumawa yang bersemayam di dalam dada membuat kau lenyap, hilang dan pergi tanpa tanda, dan aku hanya bisa menantimu datang dengan sapa. Aku yang begitu sombong, mencoba melahirkan wujudmu ketika membahasakan jingga senja, mengawinkan kata-kata ditengah malam dalam jaga, membuat aku merasa memang diciptakan untuk menjadikan kau ada, dalam baris-baris kata, dari cumbuan bermacam aksara. Aku begitu jumawa.

Segelas kopi pagi, menebarkan aroma yang menjalar cepat menuju sel-sel otak. Menggelitik memori yang terjadi ketika aku menantimu di malam hari. Menatap kosong selembar kertas kesepian, menggenggam kaku sebatang pena yang membisu, tidak mampu aku mengundangmu menuju pelukku. Jam dinding terkekeh mengejekku yang termangu di bibir subuh, kamu masih 'tak terrengkuh.

Sebatang rokok mulai kubakar guna menemani kopi pagi. Kepulan asapnya terus membumbung tinggi hingga lenyap 'tak terlihat lagi. Mengacuhkan harumnya aroma segelas kopi pagi. Dan akhirnya aku tersadar, kerendahan hati adalah kunci pembuka gembok jeruji inspirasi. Mengutus fetus puisi tanpa putus, tanpa henti.

Kusadari ini, dari sebatang rokok dan segelas kopi pagi.

@doel_12


Kamis, 28 Agustus 2014

Aku yakinkan...

Wahai penghias mimpiku,
Detik yang menggandeng waktu 
Bisa saja melangkahi seluruh isi bumi hingga berdebu
Tapi cintaku padamu tetap utuh meski tahun berlalu

Rasa sayangku, tidak seperti jingga senja di ujung hari
Mempesona laksana selendang bidadari
Lantas pergi bersama mentari sisakan sepi

Bukan pula seperti lingkar purnama,
Yang hanya beberapa malam bulatnya terlihat sempurna
Dan selanjutnya menjadi sabit bahkan hilang tanpa nama ditelan gulita

Wahai kau yang terkasih,
Janganlah berharap aku ini pelangi indah berwarna warni
Meski keelokannya membius tatapmu 'tuk ikut menari
Tapi lengkungnya tak memijak bumi tempat kau berdiri
Bagaimana bisa menemani, terlebih lagi mengerti?

Untukmu yang bertahta dalam jiwa,
Aku adalah udara
Yang selalu ada mengisi rongga dada
Mengantar gema harap kala fajar merayap
Mengalunkan senandung rindu selepas petang berlalu

Kepadamu penyejuk hati,
Aku tau tak ada yang abadi di alam materi ini
Tapi aku berjanji dengan pasti
Ketika rasa ini hilang, terbang melayang
Aku yakinkan,
Hari itu adalah hari di saat aku berpulang
Kembali ke hadapan Tuhan Yang Maha Penyayang

@doel_12




Minggu, 10 Agustus 2014

#baladasenja

Di satu senja,
Ketika gulungan ombak lembut mengecup bibir dermaga
Kutantang tatap matamu yang basah berkaca
Meningkap tangis yang kau paksa reda

Luruh juga tubuhmu dalam pelukku
Senggukmu menggetarkan dadaku
Membahasakan beban perpisahan yang kita rasakan
Tampak derai camar terbang melintasi kita
Dan ingin kumaki Afrodit juga Athena saat itu juga

Cahya cakrawala menyiram jingga pada ombak kecil yg berlari
Menaburkan kilau permata di setiap riak yang menari
Mengusik bahtera yang akan melarungkan mimpi
Dan mendamparkanku dalam sepi, di sini
Melepas kau pergi dengan sebuah janji, kembali

...

Tak jemu aku menghitung purnama yang singgah
Mengais remah-remah kenang di tepian dermaga
Hingga akhirnya, asaku menyerah didera lelah
Dan hanya mampu berkisah
Sebilah senja yang indah telah membelah kita, berpisah


@doel_12


Senin, 14 Juli 2014

Sebrangi Lautan Demi Persija

Seperti biasanya, gue selalu mencatat setiap perjalanan yang gue lakukan, baik naik gunung juga menonton pertandingan Persija khususnya di luar kota, bukan untuk gaya - gayaan, karena gue cuma fans biasa, tidak ada apa - apanya jika dibandingkan dengan mereka yang datang setiap Persija berlaga, baik kandang maupun tandang. Tapi buat gue, setiap perjalanan dan kejadian punya tempat untuk dicatat, sekedar sebagai alat agar mudah mengingatnya atau lebih dari itu.

Seperti sore itu, diawali dengan sepiring nasi uduk yang telah habis gue santap begitu juga Tovan, donatur gue dalam beberapa tour tandang belakangan ini. Sambil menunggu jemputan yang mengantar kami ke GBK, tepatnya Hall Basket Senayan, gue dan Tovan menyempatkan diri untuk mengisi perut terlebih dahulu. Tidak lama berselang, mobil yang akan mengantar kami pun akhirnya tiba. Di dalamnya sudah ada kepala suku, Mas Iyon dan 4 orang lainnya, yaitu Bayu, Batok, Ajun dan Daus. Beruntung untuk kami, lalu lintas pada saat itu tidak terlalu macet, sehingga kami tidak perlu berpanas - panas ria di dalam mobil tersebut.

Sekitar jam 9 malam, akhirnya kami tiba di tempat tujuan pertama kami, Hall Basket Senayan. Sudah banyak para loyalis Persija yang berkumpul di sekitaran gedung, gue dan teman rombongan lain mencari tempat untuk beristirahat dan mengakrabkan diri masing - masing, karena ini kali pertama gue bertemu dan melakukan tour tandang bersama mereka, kecuali Mas Iyon dan juga Tovan pastinya. Sama seperti tour tandang sebelumnya, yaitu ke Jepara, kali ini juga gue ikut dengan rombongan Curva Sud Persija (CSP) . Bedanya, pada perjalanan kali ini, CSP tidak berangkat sendiri, karena akan berangkat bersama Tiger Bois, juga Garis Keras dan The Jakmania Pusat yang titik keberangkatanya dari Lebak Bulus.



Setelah memastikan semua peserta sudah hadir dan berada di dalam bus, kamipun akhirnya berangkat menuju Pelabuhan Merak, diawali dengan do'a bersama yang di pimpin oleh pentolan CSP, Bang Bontot. Gue duduk bersama Tovan di belakang kursi yang diduduki oleh Batok, Ajun dan Daus, sedangkan Mas Iyon duduk bersama Bayu. Suasana di dalam bus mendadak meriah ketika Bang Bapuk mulai bersuara, meledek sopir hingga kernet bus yg kami sewa.

Malam terus bergerak meniti jejak orbit yang menuntunnya pada dekapan pagi, dingin angin laut menyambut kedatangan kami di pelabuhan Merak pada pukul 2 pagi. Beberapa waktu berselang, tibalah giliran bus yang kami tumpangi memasuki lambung kapal. Sesampainya di dalam kapal, gue bersama Tovan menjelajahi setiap bagian kapal, mulai dari depan sampai belakang. Menikmati suasana tepian malam ditengah selat yang kami seberangi, menatap bintang yang gemerlap bak lazuardi, mendengar deburan ombak yang menabrak kapal di kedua sisi. Setelah merasa cukup, kami berdua kembali bergabung dengan Mas Iyon dan yang lainnya. Kembali bercengkrama dengan teman 1 rombongan, sambil mendengarkan chants yang dikumandangkan oleh beberapa orang di sisi yang berhadapan dengan bagian kapal yang kami tempati.



Setelah kurang lebih 3 jam, akhirnya kapalpun sandar di Pelabuhan Bakauheni. Tanpa basa - basi lagi, kami melanjutkan perjalanan kami. Niat untuk singgah sejenak ke markas Jak Lampung yang sudah menyiapkan "sambutan" untuk kami, terpaksa dibatalkan, lantaran jalur yang diambil bukanlah jalur yang melintasi basis mereka. Badan yang terasa lelah juga melewati malam di kapal tanpa tertidur, membuat gue pulas di bangku bus, terlebih Tovan yang sudah tertidur lebih dulu.

Tidur ganteng gue berakhir ketika bus berhenti di sebuah rumah makan di daerah Tulang Bawang, tempat pertama yg gue injak di tanah sebrang. Selain istirahat, kesempatan ini juga gue pergunakan untuk sarapan juga membersihkan badan. Dan sialnya, gue dan beberapa The Jak yang lain kehabisan lauk untuk sarapan, hal ini dikarenakan terlalu lama antri di kamar mandi. Terpaksa kami harus menunggu beberapa saat, hingga lauk kembali tersedia.

Sarapan pagi telah usai, dan kami siap melanjutkan perjalanan kami. Banyak waktu di dalam bus gue lewatkan dengan tertidur. Meski terkadang terbangun karena badan terasa pegal - pegal. Sampai pada suatu tempat yang namanya gue tidak tau, gue cukup menikmati perjalanan dengan melihat berbagai macam pura yang berderet di sepanjang tepi jalan, mulai dari yang kecil hingga yang cukup besar. Masing - masing rumah di sini memiliki pura nya sendiri - sendiri, dan di antara deretan indah pura, ekor mata gue menangkap sebuah bangunan yang berbeda, yaitu mushola. Sekejap senyum gue mengembang, inilah Indonesia, dengan segala heterogenitasnya. Semoga tetap bisa menjaga kerukuan antar sesamanya, sebab pelangi terlihat indah karena aneka warna yang berpadu, bukan beradu tapi berpadu.

Dari balik jendela bus yang kerainya terbuka, larik - larik jingga mulai terlihat di langit Sumatra. Hari sudah mulai malam, tapi perjalanan masih cukup panjang untuk sampai ke tempat tujuan. Gue dan Tovan sesekali bercanda dan berbincang, sekedar untuk menghilangkan rasa bosan. Selama perjalanan, Tovan lebih sering tertidur, jujur saja, gue sampai takut dia lupa bagaimana caranya buka mata, meski terkadang masih sempat berbalas pesan dengan "seseorang", tapi itu tidak berlangsung lama. Karena, kalau dibandingkan dengan waktu tidurnya, itu tidak ada apa - apanya.

Waktu terus bergulir, berkejaran dengan roda - roda bus yang kami naiki. Setelah berhenti beberapa kali untuk beristirahat di tengah perjalanan, sekitar jam 10 malam akhirnya kami tiba di tempat tujuan. Sebuah ruko baru yang belum digunakan, disediakan oleh anak - anak Sriwijaya mania untuk tempat menginap kami. sebuah tempat yang lebih dari kata cukup, pasalnya selain cukup luas, tempat ini juga lumayan bersih (karena belum digunakan) dan yang terpenting adalah ada aliran dan terminal listrik untuk nge charge hp. Yup...sepertinya nge charge hp sudah menjadi kebutuhan primer dan ternasuk dalam kategori sembilan bahan pokok sekarang - sekarang ini.

Istirahat panjang sehabis lelah diombang - ambing di dalam bus selama perjalanan hanyalah angan semata, karena pada kenyataannya keinginan menikmati kota Palembang di malam minggu lebih besar dibanding rasa lelah yang dirasa. Selain itu, rasa lapar juga membuat gue, Tovan, Mas Iyon dan Bayu akhirnya menyudahi istirahat kami untuk keluar menikmati suasana malam dan berwisata kuliner. Selain untuk berwisata kuliner, sebenarnya kami juga menunggu Tesa, salah satu ketua korwil Singamania, yang akan menemui kami di sekitar sini. Berbeda dengan Bayu, selain menuggu Tesa dia juga sedang resah dan gelisah menanti perjumpaanya kembali dengan Putri, gadis Palembang yang dikenalnya ketika Jakmania Tour Palembang 1 tahun yang lalu. Tapi ya Bay, shot jarak jauh Ismed Sofyan aja bisa gagal, apalagi hubungan jarak jauh. :)

Selesai bersantap malam, ternyata Tesa belum juga datang untuk menemui kami, guna membunuh rasa bosan selama menunggu, kamipun bermain domino di depan Kilinik yang beroperasi 24 jam, di samping ruko tempat kami menginap. Daus, Ajun dan Batok pun bergabung bersama kami, tidak hanya berpartisipasi dalam permainan, mereka juga berpartisipasi dalam meledek Mas Iyon yang sering kalah dan ngocok juga pastinya. Selang beberapa waktu, akhirnya Tesa datang menemui kami. Dan susanapun bertambah riuh dalam canda juga tawa. Sayangnya, tidak lama setelahnya, Mas Iyon mengajak Tesa pergi mengunjungi Jembatan Ampera, dan permainanpun terpaksa selesai begitu saja. Gue, Tovan dan Bayu memilih tidur, sedangkan Daus, Ajun dan Batok pergi menyusul Mas Iyon dan Tesa berwisata malam ke Jembatan Ampera.

Sinar mentari pagi mengusik mimpi gue agar cepat pergi. Dan pagi yang cerah itu kian lengkap ditaburi dengan cerita lucu yang gue dengar tentang kejadian di malam hari. Jadi, ketika malam hari ada salah seorang The Jak yang menginap di sini dirasuki arwah kakeknya, lantaran dia mengingkari pantangan yang sudah mereka setujui. Dan parahmya, bukan dapat bantuan dari yang lain, malah dijadikan bahan lelucon seperti acara - acara misteri yang tayang di TV pada tengah malam, dan rekaman videonya berhasil membuat orang yang melihatnya tertawa. Setidaknya itu yang gue dengar dari cerita - cerita yang beredar di pagi itu.

Waktupun terasa bergerak bagitu cepat, setelah menumpang mandi di SPBU yang jaraknya lumayan jauh, siangnya isi perut dengan pempek, lalu main kartu domino (lagi), tertidur (lagi) setelahnya dan ketika bangun sudah diminta bersiap untuk berangkat, ke tujuan yang utama, Stadion Jakabaring. Suasana mendadak riuh, mulai dari membereskan barang bawaan yang bertambah banyak karena oleh - oleh, merapikan banner yang dijadikan alas tidur, melipat bendera yang di pasang di jendela bangunan dan yang paling ramai adalah antrian di depan kamar mandi. :)

Diawali dengan doa bersama, buspun bertolak menuju medan laga, dimana punggawa Persija akan bertarung demi kehormatan lambang Monas yang tersemat di dada. Dan kami, tidak akan pernah membiarkan para ksatria Ibu Kota bertarung sendiri, dan itulah alasan kami berada di sini, melangkahi jarak, menyebrangi lautan, hingga menjengkali pulau sebrang, demi kebanggaan yang akan tetap ada dalam hati, demi cinta yang tidak akan pernah mati dan demi nama yang merajut kami dalam ikatan suadara bahkan lebih dekat dari keluarga, Persija Jakarta.

Beberapa jam sebelum pertandingan, bus pun menepi di area sekitar Stadion Jakabaring, setelah sebelumnya berputar - putar mencari tempat parkir yang disediakan. Daus, Ajun dan Batok bertugas untuk memasang banner di dalam stadion, sedangkan Gue, Tovan dan Mas Iyon  merapikan tas untuk disimpan di dalam bagasi bus. Setelah beres, gue dan Tovan berjalan - jalan di sekitar stadion, sambil mencari object yang bagus untuk dijadikan background foto :). Setelah merasa cukup, kamipun bergabung kembali dengan yang lain, ternyata di sana sudah ada Bayu bersama Putri, dan yang terpenting adalah mereka membawa makanan. Disusul oleh Rafli, anggota Jak Palembang dan kemudian disusul oleh Tesa yang membawa satu kantong pempek, beberapa waktu berselang. :)






Semakin sore, standionpun semakin ramai di datangi oleh para supporter, baik tuan rumah maupun tamu. Selepas maghrib, kami memasuki tribun stadion melalu gerbang utara. Di dalamnya sudah terlihat berbagai macam bendera dukungan yang dikibarkan, yel - yel pembangkit semangat yang diteriakan, dan bunyi tambur yang dipukul semakin membuat stadion bergemuruh. Kami ditempatkan di tribun utara, diapit oleh Singamania dan Curva West, wait...Curva West ? baru denger dan terkesan sedikit maksa sih, tapi yaudahlah ya apa kata mereka aja.



Tepat pukul 19:00 wasit meniupkan peluit tanda pertandingan dimulai, baik Persja dan Sriwijya terkesan bermain hati - hati pada awal laga. Hingga akhirnya pada menit 19 Lancine Kone mampu memaksa Andrytani memungut bola dari gawangnya untuk yang pertama kali. Anehnya bukan malah semangat setelah kemasukan, Persija semakin terlihat kendor dalam bermain, keadaan yang dimanfaatkan oleh pemain Sriwijaya FC untuk terus memborbardir pertahanan Persija, dan Lancine Kone mampu memaksimalkan keadaan tersebut dengan mencetaak goal yang kedua. Harapan muncul di awal babak kedua, ketika Ramdani mampu memperkecil ketertinggalan, tapi keadaan itu tidak berlangsung lama, beberapa menit kemudian Anis Nabar mengubur harapan kami untuk mencuri poin dari Palembang dengan goal nya. Pertandinganpun selesai dengan kedudukan 3 - 1 untuk kemenangan Sriwijaya FC, selamat :)

Selain permainan Persija yang tidak sesuai dengan harapan kami, pertandingan tersebut juga "dibumbui" dengan beberapa kali bentrok supporter yang terjadi sepanjang pertandingan antara kedua kelompok supporter tuan rumah dengan saling melempar air keras ke masing - masing pihak lawan. Hal yang mengakibatkan kami tertahan beberapa saat sebelum meningalkan stadion.

Rencana untuk langsung bertolak pulangpun akhirnya harus berubah, dengan bergerak kembali ketempat kami menginap. Dengan kawalan beberapa sepeda motor dan satu mobil pick up dari pihak Singamania, kami berangkat meninggalkan titik awal keberangakatan. Benar saja, tidak terlalu jauh dari titik awal, bus yang kami naiki mendapat sambutan dari "temannya" Ozy Shahputra yang menganggap diri mereka adalah sekumpulan Ultras. Bentrokpun tidak bisa dihindarkan, maaf ralat, bukan bentrok, lebih tepatnya mengejar pelaku pelemparan tidak bisa dihindarkan, karena kata bentrok terlalu jantan bagi mereka yang melempar batu atau air keras lantas sembunyi di gelapnya gang. Setelah beberapa kali keluar dan masuk bus untuk merespon "sambutan" yang dilakukan, akhirnya kami memasuki jalur yang steril dari kelompok yang menganggap diri mereka sebagai Ultras itu. Dan wajah tenangpun diperlihatkan oleh Mas Iyon, sebab sebelumnya sempat gusar karena Batok yang keluar mengejar pelaku hingga masuk ke dalam gang, sudah memberi kabar. Perpisahan dengan Singamania pun ditutup dengan yel-yel ucapan terimakasih dari kami. Setelahnya, perjalanan pulangpun lancar tanpa kendala, kecuali gerutu penyesalan yang mengganjal selepas membayar dan meninggalkan Rumah Makan Pagi Sore. :)

Akhir kata, gue mau mengucapkan terimakasih untuk CSP yang memberi gue kesempatan untuk menikmati letupan pengalaman bersama kalian. Terimakasih juga untuk Singamania dan Sriwijaya Mania.

Untuk Persija, sungguh indah mencintaimu, begitu manis menggilaimu, sambutlah cinta kami dengan dekapan kemenangan, balaslah kegilaan kami dengan pekikan juara ketika mengangkat piala di ujung liga. Kami rindu moment 2001, dan percayalah kami akan terus bersamamu, menunggu terulangnya moment itu.

Di bawah langit ini, kami telah berjanji, 
kamu takan pernah sendiri
'tak peduli itu gelap, 'tak peduli itu sakit
kami di sini untukmu, Persija ku 

( Field of GBK_ Merseyside Ska )



@doel_12

Rabu, 04 Juni 2014

Tanya

Lima tangkai bunga di beranda
Menemaniku termangu menatap kerling bintang memesona
Jiwa coba meraba makna tabula rasa
Seketika, sesal tersedu telah mencederainya dengan dosa

Kenapa hanya di malam sunyi seperti ini sadar terdera ?
Sebaris tanya yang memuntahkan jutaan tanya lainnya

Sunyi terus meniti malam yang menggamit jemari pagi
Tanpa peduli dengan pekikan letih kereta api

Masih ditemani lima tangkai bunga di beranda
Cahaya merah di ujung menara
Bukan mercusuar bagi pelaut yang kehilangan arah

Ku tatap kembali sekelilingku dengan seksama
Di mana aku berada
Kepada siapa aku seharusnya bertanya

@doel_12


Minggu, 25 Mei 2014

Rapuh

Apa kabar kamu yang menatapku dari dunia abadi ?
365 hari tanpa kamu di sisi
Aku kira rindu ini akan pergi bersama hari yang berlari
Ternyata itu hanya ilusi yang kubuat sendiri

Sejatinya, sabar memang tanpa batas
Ma'af, bukannya aku 'tak ikhlas melepas
terkadang, kenang yang tiba - tiba terlintas
Menusuk mataku hingga terasa pedas
Dan butiran hangat membelah pipi dengan deras

Semenjak kamu pergi
Kamar ini seperti bermutasi
Terlalu luas untuk kutinggali sendiri
Hingga sepi menginfeksi dari tiap sisi

Aku rindu kamu,tempatku berkeluh
Aku rindu sapamu di tiap subuh

Aku harap, jemarimu menyeka air mataku yang baru saja jatuh
Tapi ternyata, harap itu yang membuat aku semakin rapuh


*Dedicated to Y, who miss her lovely someone

@doel_12


Senin, 28 April 2014

Cinta Seorang Kawan

Melewati paruh malam, jejak - jejak hujan tadi sore masih tertinggal di basahnya daun dan desah angin dingin yg mengalun, tapi sayangnya rasa kantuk belum bisa membuai mata saya dengan senandung kidungnya. Lampu kamar telah padam, akan tetapi masih saja belum bisa terpejam, malahan berbagai bayang berkelebatan di alam pikiran. Dan ketika lesatan neuron yang ada di otak saya menabrak prefont cortex, membuat saya teringat dengan percakapan saya dengan seorang teman, dan saya ingin mengingatnya lebih dalam.


Beberapa waktu yang lalu, saya sempat mengirim pesan ke teman saya. Isi pesannya adalah sebuah draft yang niatnya akan saya muat di blogg ini. Dia adalah orang yang saya anggap cukup mengerti dan memahami bahasa aneh saya. Makanya, tidak jarang saya mengirimi dia beberapa draft yg telah saya buat, sekedar untuk mengetahui respon dia terhadap apa yang telah saya tulis, sekaligus mengharapkan pendapatnya yang kritis. Sekitar 5 menit kemudian saya menerima pesan balasan darinya, ternyata komentarnya tidak ada yg istimewa menurut saya. Sehingga draft itupun masih rapi saya simpan, urung saya muat hingga sekarang.


2 bulan berselang, saya bertemu denganya di kediaman salah satu teman saya yang merupakan tetangganya juga. Kami membincangkan banyak hal dengan dia waktu itu, mulai dari suara seraknya Karni Ilyas, Anas yg belum juga digantung di Monas sampai imutnya Nabilah JKT 48 ketika mengumbar senyuman.



"setelah gue baca pesan lo tempo hari, kok gue jadi kangen dia ya ?!". Ucapnya tiba - tiba.
"Kayaknya udah lama banget gue enggak kirim 'surat' buat dia, kelewat disibukin kerjaan, sama godaan setan yg bikin males gue enggak ilang - ilang". Lanjutnya.

Kemudian dia akhiri dengan ungkapan yg lebih mirip sebagai pesan.

"Lakuin yang bisa lo lakuin buat dia, gue jamin nikmatnya belipat ganda ketika lo bisa liat senyum dia, nyata di depan lo punya mata. Jangan nunggu tanggal 22 Desember buat ungkapin dan curahin rasa sayang lo, karena dia sekalipun enggak pernah nunggu pagi ketika tengah malem lo nangis pengen ASI. Selagi dia masih ada, jangan pernah sia - siain waktu yang tersisa. Enggak kaya gue, kalo lagi kangen kayak gini nyiksanya bikin kering mata. Cuma bisa kirim 'surat', dengan harapan, dia tidur tenang hingga terompet dibunyikan. Pengen ketemu aja cuma bisa lewat mimpi, itupun enggak selalu ketemu setiap kali gue mau".


Saya tau kemana arah tujuan pembicaraanya, bertahun berteman membuat selaput yang menutupi isi dari inti hidup kami terbuka, seiring dengan kisah yang masing - masing kami bagi. Termasuk tentang perempuan hebat yang membuat matanya berlinang ketika rindu menggenang. Perempuan yang hanya satu - satunya diciptakan untuknya di semesta raya. Perempuan yang kasihnya 'tak mengharapkan balasan dari yang telah menerima curahannya, dan perempuan yang mencintainya tanpa syarat, pun sebaliknya. 


Mendengarnya, saya hanya terdiam dan memberikan tanggapan yang bahkan anak kelas 4 SD pun bisa mengatakan apa yg telah saya katakan. Waktu itu saya takut, takut ketika tangan waktu merenggut perempuan mulia dalam hidup saya tanpa bisa ditunda, dan saya hanya bisa kalut meratapinya. Membenamkan saya ke dalam samudra penyesalan yang dalamnya 'tak terperikan, karena saya belum sempat menghiasi wajahnya dengan senyum kebanggaan. Membayangkanya saja saya sudah gemetaran. Saya tidak pernah bermimpi untuk membalas tuntas kasih sayangnya, sebab saya tau, kasih dan sayangnya 'tak sebanding dengan apa yang sudah dan akan saya lakukan. Saya cuma berharap, sebelum ia pergi, nanti, saya bisa lihat senyumnya yang hakiki.



Beberapa minggu setelah percakapan kami malam itu, saya membaca status facebooknya, di status akunnya ia menulis,

"Alhamdulillah,,karna rizkiMu,acara sadekahan semalem berjalan lancar,
Meski sedikit menguras air mata,tapi itu terjadi karena kami selalu mengenang kasih sayangmu semata,dan bukan karna kami (anak - anakmu) belum ikhlas atas kepergianmu ibu."

Membacanya, bibir saya menyunggingkan senyum, benak di dada bergetar dan berkata, "akhirnya...semoga beliau ditempatkan-Nya di tempat yang layak, aamiin."




Kasih ibu
Kepada beta
'tak terhingga sepanjang masa
Hanya memberi 
'tak harap kembali
Bagai sang surya menyinari dunia


Tanpa saya sadari, lagu yang sering saya nyanyikan ketika saya masih SD ini, baru saya mengerti maknanya lebih dalam lagi. Diiringi deru kipas angin di gelapnya ruang kamar, saya lantunkan lagu itu dalam gumam, mengantar saya menjemput mimpi di ujung malam.


@doel_12