Melewati paruh malam, jejak - jejak hujan tadi sore masih
tertinggal di basahnya daun dan desah angin dingin yg mengalun, tapi
sayangnya rasa kantuk belum bisa membuai mata saya dengan senandung
kidungnya. Lampu kamar telah padam, akan tetapi masih saja belum bisa
terpejam, malahan berbagai bayang berkelebatan di alam pikiran. Dan
ketika lesatan neuron yang ada di otak saya menabrak prefont cortex,
membuat saya teringat dengan percakapan saya dengan seorang teman, dan
saya ingin mengingatnya lebih dalam.
Beberapa waktu yang lalu, saya sempat mengirim pesan ke
teman saya. Isi pesannya adalah sebuah draft yang niatnya akan saya muat
di blogg ini. Dia adalah orang yang saya anggap cukup mengerti dan
memahami bahasa aneh saya. Makanya, tidak jarang saya mengirimi dia
beberapa draft yg telah saya buat, sekedar untuk mengetahui respon dia
terhadap apa yang telah saya tulis, sekaligus mengharapkan pendapatnya
yang kritis. Sekitar 5 menit kemudian saya menerima pesan balasan
darinya, ternyata komentarnya tidak ada yg istimewa menurut saya.
Sehingga draft itupun masih rapi saya simpan, urung saya muat hingga
sekarang.
2 bulan berselang, saya bertemu denganya di kediaman salah
satu teman saya yang merupakan tetangganya juga. Kami membincangkan
banyak hal dengan dia waktu itu, mulai dari suara seraknya Karni Ilyas,
Anas yg belum juga digantung di Monas sampai imutnya Nabilah JKT 48
ketika mengumbar senyuman.
"setelah gue baca pesan lo tempo hari, kok gue jadi kangen dia ya ?!". Ucapnya tiba - tiba.
"Kayaknya udah lama banget gue enggak kirim 'surat' buat dia, kelewat
disibukin kerjaan, sama godaan setan yg bikin males gue enggak ilang -
ilang". Lanjutnya.
Kemudian dia akhiri dengan ungkapan yg lebih mirip sebagai pesan.
"Lakuin yang bisa lo lakuin buat dia, gue jamin nikmatnya belipat ganda
ketika lo bisa liat senyum dia, nyata di depan lo punya mata. Jangan nunggu tanggal 22 Desember buat ungkapin dan curahin rasa sayang lo, karena dia sekalipun enggak pernah nunggu pagi ketika tengah malem lo nangis pengen ASI. Selagi dia masih ada, jangan pernah sia - siain waktu yang tersisa. Enggak
kaya gue, kalo lagi kangen kayak gini nyiksanya bikin kering mata. Cuma
bisa kirim 'surat', dengan harapan, dia tidur tenang hingga terompet
dibunyikan. Pengen ketemu aja cuma bisa lewat mimpi, itupun enggak
selalu ketemu setiap kali gue mau".
Saya tau kemana arah tujuan pembicaraanya, bertahun
berteman membuat selaput yang menutupi isi dari inti hidup kami terbuka,
seiring dengan kisah yang masing - masing kami bagi. Termasuk tentang
perempuan hebat yang membuat matanya berlinang ketika rindu menggenang.
Perempuan yang hanya satu - satunya diciptakan untuknya di semesta raya.
Perempuan yang kasihnya 'tak mengharapkan balasan dari yang telah
menerima curahannya, dan perempuan yang mencintainya tanpa syarat, pun
sebaliknya.
Mendengarnya, saya hanya terdiam dan memberikan tanggapan
yang bahkan anak kelas 4 SD pun bisa mengatakan apa yg telah saya
katakan. Waktu itu saya takut, takut ketika tangan waktu merenggut
perempuan mulia dalam hidup saya tanpa bisa ditunda, dan saya hanya bisa
kalut meratapinya. Membenamkan saya ke dalam samudra penyesalan yang
dalamnya 'tak terperikan, karena saya belum sempat menghiasi wajahnya
dengan senyum kebanggaan. Membayangkanya saja saya sudah gemetaran. Saya
tidak pernah bermimpi untuk membalas tuntas kasih sayangnya, sebab saya
tau, kasih dan sayangnya 'tak sebanding dengan apa yang sudah dan akan
saya lakukan. Saya cuma berharap, sebelum ia pergi, nanti, saya bisa
lihat senyumnya yang hakiki.
Beberapa minggu setelah percakapan kami malam itu, saya membaca status facebooknya, di status akunnya ia menulis,
"Alhamdulillah,,karna rizkiMu,acara sadekahan semalem berjalan lancar,
Meski sedikit menguras air mata,tapi itu terjadi karena kami selalu mengenang kasih sayangmu semata,dan bukan karna kami (anak - anakmu) belum ikhlas atas kepergianmu ibu."
Meski sedikit menguras air mata,tapi itu terjadi karena kami selalu mengenang kasih sayangmu semata,dan bukan karna kami (anak - anakmu) belum ikhlas atas kepergianmu ibu."
Membacanya, bibir saya menyunggingkan senyum, benak di dada bergetar dan
berkata, "akhirnya...semoga beliau ditempatkan-Nya di tempat yang
layak, aamiin."
Kasih ibu
Kepada beta
'tak terhingga sepanjang masa
Hanya memberi
'tak harap kembali
Bagai sang surya menyinari dunia
'tak terhingga sepanjang masa
Hanya memberi
'tak harap kembali
Bagai sang surya menyinari dunia
Tanpa saya sadari, lagu yang sering saya nyanyikan ketika
saya masih SD ini, baru saya mengerti maknanya lebih dalam lagi. Diiringi
deru kipas angin di gelapnya ruang kamar, saya lantunkan lagu itu dalam
gumam, mengantar saya menjemput mimpi di ujung malam.
@doel_12
Tidak ada komentar:
Posting Komentar