Selasa, 14 Agustus 2012

Rumah ( kedua ) yang selalu ramah


Malam sekali,teman saya dengan akun @One_NurRifai mention ke akun tweeter milik saya,inti dari pesannya adalah jangan terlalu siang datang kerumahnya karena memang pada esok harinya kami harus datang lebih awal dari jam keberangkatan kereta api yang tiketnya sudah di reservasi olehnya jauh-jauh hari. Saya yang memang belum bisa tidur karena ada masalah pribadi yg belum bisa beranjak dari pikiran saya. Saya tidak membalas mention nya. Karna merasa tidak nyaman,takut-takut kalau saya malah bangun kesiangan,akhirnya saya putuskan untuk mengirimi pesan saja ke daftar kontak saya yang memang ada nama dia disana.

Esoknya saya bangun lebih awal dari biasanya,tapi saya tetap merasa kalau saya sudah bangun telat. Bergegas saya membersihkan badan,menyiapkan barang-barang yang mesti dibawa. Sebelum berangkat saya mengirim pesan singkat ke teman saya yg lain,yang sudah saya anggap sebagai kakak perempuan saya sendiri,Puji Astuti namanya,yg kebetulan sedang berada dikampungnya,desa Sragen. Rencananya saya dan teman saya akan berkunjung kerumahnya terlebih dahulu sebelum bergerak ke tujuan utama kami,Stadion Manahan.

Sesampainya  dirumah teman saya,ternyata dia belum siap-siap,jangankan packing barang-barangnya,bahkan mandipun belum. Karena sudah terbiasa dengan tingkah laku dan kebiasa’an dia,jadi saya sudah terbiasa,sambil menunggu dia rapi saya memilih untuk istirahat sejenak,sambil mengisi daya ponsel saya yg katanya pintar,tapi sangat tidak pintar untuk menyimpan daya.

Selesai shalat Ashar kami berangkat menuju stasiun Tenabang. Apa yg kami perkirakan ternyata benar,bahwa jalan sudah mulai macet. Menjelang Maghrib akhirnya kami sampai di stasiun kereta tujuan kami. Masih ada waktu beberapa jam untuk kami beristirahat dan melakukan kegiatan lainya,seperti menjalani kewajiban kami sebagai makhluk yang beradab dan mengisi perut tentunya. Perihal yang satu ini,teman saya memang sudah tidak diragukan lagi kapabilitasnya,dia sering membawa bekal tanpa diminta,menunyapun sudah sangat saya dan teman-teman lain hafal,yup…mie instan,tapi selalu terasa nikmat dan bermanfa’at untuk menunda lapar. Setelah selesai,kami menunggu jam keberangkatan di pinggir peron sambil bersenda gurau.

Dan pengumuman dari pengeras suara stasiunpun terdengar,bahwa kereta yang akan kami tumpangi sudah siap di jalur 3,bergegas kami mencari gerbong dan nomor kursi yg tertera di tiket kami masing-masing,bersama dengan beberapa rombongan yg dari atribut dan pakaian mereka sudah sangat kami kenali. "Persija,yakinlah kau ‘tak akan pernah sendiri",ucap saya dalam hati.

Tepat pukul 19:40 kereta mulai melaju,saya dan teman saya duduk bersebelahan meskipun dari nomor bangku,harusnya kami berada di kursi yg terpisah. Di sepanjang perjalanan kami membahas apa saja untuk menghilangkan rasa penat selama di perjalanan sebelum akhirnya kami sibuk dengan kegiatan masing-masing,dia yang mulai sibuk dengan ponsel pintarnya,sedangkan saya lebih memilih membaca buku yg saya bawa. Karena saya memang sengaja me non aktifkan ponsel saya untuk menghemat daya.

Ditengah-tengah perjalanan,entah sudah berapa kali kereta yang kami tumpangi berhenti,mempersilahkan kereta yang  kelasnya lebih dari sekedar kereta api kelas ekonomi untuk lewat lebih dulu. Dan entah sudah berapa kali saya terlelap,karena pada malam sebelumya saya memang tidur terlalu larut.
Sesampainya di stasiun Cirebon,kereta berhenti untuk kembali mengangkut penumpang,mulai dari stasiun ini kami duduk terpisah,karena kursi yg tadi kami gunakan sudah ada penumpangnya. Di stasiun ini kereta berhenti cukup lama,dan dimanfa’atkan oleh penumpang lain untuk keluar membeli makanan.
Selang beberapa sa’at keretapun mulai melanjutkan perjalanan,dan saya kembali melanjutkan baca’an saya yg sempat tertunda gara-gara tertidur. Dan tidak lama kemudian ternyata saya tertidur kembali.hehe...

Tanpa terasa malam ternyata sudah digeser dengan pagi,lebih tepatnya dini hari. Saya yang melihat teman saya berdiri diantara sambungan gerbong mengisyaratkan saya untuk bergabung denganya. Dan kamipun berdiri di depan pintu kereta api sambil menikmati udara pagi ditemani sebatang rokok yg dijepit dijemari.

Kami tidak banyak mengobrol meskipun berdiri bersebelahan,karena dia mulai sibuk dengan kameranya untuk mengabadikan beberapa view yg menurutnya menarik,dan saya hanyut dibuai dinginya kabut pagi dan menikmati secuil dari keindahan yang dimiliki negeri ini. Tanpa terasa,ternyata kami sudah memasuki daerah Jogjakarta,beberapa penumpang turun di stasiun Tugu dan Lempuyangan. Saya cukup "excited" dengan stasiun yang terakhir saya sebutkan,karena ingin merasakan sendiri bagaimana rasanya menikmati sendiri suasana disana. Ternyata apa yang diceritakan dalam buku yang pernah saya baca memang begitu adanya.


Perlahan tapi pasti kereta mulai meninggalkan Lempuyangan,karena kereta sudah mulai kosong,saya dan teman bejalan-jalan menelusuri isi kereta,mulai dari gerbong yang satu ke gerbong yang lain. Sampai akhirnya kami menemukan tempat masing-masing yang cukup nyaman untuk kembali menikmati perjalanan,meski gerbong yang kami tempati berbeda,tetapi kami masih bisa berkomunikasi dengan baik,karena kami memang kembali duduk dipintu gerbong yang berdekatan. Syalpun saya keluarkan dari tas yang saya bawa,dan melilitkanya dileher.

Kereta bergerak cukup lambat,sehingga saya bisa mengamati apa saja yg saya lihat sepanjang perjalanan. Beberapa sa’at sebelum memasuki stasiun Balapan,ada sekumpulan anak kecil yang bermain tidak jauh dari sisi rel,tiba-tiba mereka mengacungkan jari jempol dan telunjuknya secara bramai-ramai,saya yg melihat pemandangan tersebut,sontak membalas salam mereka dengan tersenyum bangga dan bahagia.

Tidak lama kereta yang kami tumpangi berhenti di stasiun Balapan,dan pemandangan yang mencuri perhatian saya adalah banyaknya tentara yang membawa senapan laras panjang di stasiun ini,karena pada kemarin harinya memang terjadi bentrok warga di kota ini. Perjalananpun kami lanjutkan menuju stasiun tujuan kami yang terakhir. Stasiun Jebres.




Sesampainya di Jebres,tidak jauh berbeda dengan Balapan,disini juga banyak tentara yang brjaga-jaga sambil membawa senjata yang lekat digenggamanya. Kamipun turun dengan perasa’an lega,setelah menempuh perjalanan yang cukup melelahkan. Hal yang pertama kami lakukan sesampainya di Jebres adalah mencari toilet untuk membersihkan badan yg terasa sudah sangat lengket karena keringat.
Selesai mandi,saya mengirim kabar ke teman saya yang berada di Desa Sragen,bahwa kami sudah sampai di Jebres,sambil menunggu pesan balasan dari teman saya tersebut untuk memberi arahan rute selanjutnya yang akan kami tempuh agar bisa sampai ke rumahnya,kami mencoba untuk memesan tiket kereta untuk perjalanan pulang. Disini kami kecewa,karena ternyata tiket kereta api ekonomi untuk Solo-Jakarta sudah habis semua. Kami mencoba untuk memesan tiket kereta api kelas Bisnis,ternyata masih ada,akan tetapi harganya tidak sesuai dengan kemampuan kami. Dan kamipun meninggalkan loket dengan tangan kosong.
Ponsel saya berbunyi,ternyata teman saya yg mengirim pesan singkat. Dari pesan yang saya terima ternyata kami harus ke terminal Tirtonadi lebih dulu,dan kemudian naik Bus jurusan Gemolong dan turun di Perempatan Kali Jambe,nanti dia akan menunggu disana. Kami dianjurkan naik becak dari Jebres ke Terminal,tetapi kami lebih memilih jalan kaki,dengan alasan agar lebih hemat.

Sudah cukup jauh kami berjalan kaki sambil bertanya-tanya dengan orang yg kebetulan kami temui dipinggir jalan,untuk memastikan bahwa arah yang kami tempuh adalah arah yg benar. Ada satu hal yang menurut saya menarik ketika saya bertanya dengan seorang Bapak yg sudah cukup tua,dimana letak terminal yang kami maksud. Kemudian beliau menerangkan dengan bahasa Jawa yang kental,saya yg sedikit mengerti bahasa Jawa secara keseluruhan mengerti apa yg beliau katakan. Akan tetapi,saya sedikit "melongo" setelah mendengar kata bangjo,sambil berfikir dan meraba-raba artinya,kamipun melanjutkan perjalanan.

Sudah cukup jauh kami berjalan,akan tetapi terminal tujuan kami belum juga nampak. Akhirnya kami memutuskan untuk beristirahat dulu disebuah angkringan dipinggir jalan.  Setelah memesan dua porsi nasi pecel dan dua gelas teh manis kamipun kembali bertanya kemana arah yg harus kami tempuh untuk menuju terminal yg kami maksud. Bapak pemilik angkringan yg kalau berbicara selalu diawali dengan kalimat "minta seribu"  alias "nyuwun sewu" hehe…menjelaskan bahwa terminal tersebut tepat dibelakang bangunan yg dia tunjuk. Lantas dia balik bertanya tujuan kami nanti mau kemana,dan sayapun menyebutkan tempat dimana teman saya akan menjemput. Setelah tau bahwa kami akan ke Kali Jambe diapun menyarankan untuk tidak naik angkutan dari terminal,melainkan menunnggunya saja dipinnggir jalan di dekat Bangjo yang jaraknya tidak jauh dari tempat ini,kami berdua kembali "melongo",tapi sungkan untuk bertanya apa itu Bangjo?

Hidangan dihadapan kami yg tadi dipesanpun telah kami babat habis,setelah membayar apa saja yg telah kami makan dan perutpun sudah terasa kenyang,akhirnya kamipun melanjutkan perjalanan. Tidak jauh dari tempat kami makan,kembali kami bertanya,kali ini Polisi yg sedang bertugas yg jadi peta kami,hehehe…dari petunjuk yg diberikan,ternyata angkutan yg kami maksud tepat berada di depan kami,tanpa membuang waktu kamipun bergegas menuju angkutan tersebut,setelah mengucapkan terimakasih tentunya.

30 menit di dalam bus akhirnya kamipun sampai di perempatan Kali Jambe,belum sempat saya mencari nama teman saya diponsel untuk saya hubungi,teman yg akan menjemput kami memanggil-manggil saya sambil melambaikan tangan diseberang jalan. Dari ceritanya,ternyata dia sudah menunggu selama kurang lebih 30 menit. Setelah saling berbalas salam dan bergurau sebentar,dia memanggil seorang tukang ojek untuk mengantarkn dia dan anaknya yg sedang asyik makan ayam goreng untuk pulang kerumahnya,sedangkan kami menggunakan sepeda motor Astrea Grand milik ayahnya yg digunakan olehnya ketika berangkat dari rumah.

Ternyata jalur yg kami lewati cukup menarik perhatian saya,meski tidak ekstrim,tapi kami harus naik turun karena letak desanya memang di daerah perbukitan. Akhirnya kamipun tiba dirumahnya,setelah memberi salam dan bersalaman dengan ibunya,kamipun langsung duduk dan menyandarkan tubuh kami dikursi tamu karena kelelahan. Tidak lama berselang kamipun disuguhi bermacam makanan yg diletakkan di atas meja dihadapan kami. Bertanya tentang kabar kami masing-masing,bercerita tentang perjalanan kami menuju Solo,tidak lupa,sayapun menanyakan apa itu Bangjo?dan ternyata kata itu adalah sebuah akronim yg berartiabang (merah) dan ijo (hijau) yg artinya lampu merah,sayapun protes,kenapa tidak disebut bangjoning?karena warna lampu merah bukan hanya merah dan hijau melainkan ada juga kuningnya,biar sekalian lengkap tidak hanya disebut sebagian warna saja,mendengar itu kami semuapun tertawa tanpa memperdulikan jawaban dari pertanya’an konyol saya tadi hehehe...ternyata merangkum kenangan ketika masih dalam satu lingkungan kerja,berkisah tentang apa saja membuat waktu terasa berputar terlalu cepat,hingga kami tidak menyadari kalau hari sudah siang.

Setelah Dzuhur saya dan teman seperjalanan saya akhirnya memutuskan untuk berangkat menuju tujuan utama kami,Stadion Manahan. Kamipun pamit,dengan bobot tas yg bertambah berat,bukan karena kelelahan,melainkan oleh-oleh yg tidak sampai hati untuk saya tolak. Dengan sepeda motor milik Ayah teman saya yg saya kendarai dengan 2 penumpang yaitu rekan saya,dan adik laki-laki teman saya yg mengantar kami menuju tempat dimana kami turun untuk kembali naik angkutan menuju terminal Tirtonadi dan kemudian dilanjutkan menuju Stadion Manahan.

Puji Astuti dan anaknya, Hafidz

Sesampainya di Manahan,suasana sudah sangat ramai,padahal pertandingan baru akan dimulai lebih dari 2 jam lagi. Seperti yg kami duga,supporter yg datang di dominasi oleh Aremania,karena dari letak geografisnya mereka memang lebih dekat. Tidak ingin membuang waktu,kamipun langsung mencari tiket masuk. Setelah mendapatkan tiket pertandingan barulah kami mencari tempat teduh untuk beristirahat,sambil sesekali mengambil gambar dengan latar belakang stadion dan suasananya.

1 jam sebelum kick off,kamipun mulai memasuki stadion. Dan suasananya sudah sangat ramai. Nampak sekali dominasi warna biru di dalam sana,akan tetapi kalah jumlah tidak menciutkan nyali kami untuk beradu kreasi dalam mendukung tim kebangga’an kami…Persija Jakarta. Hal ini dapat dilihat dari chants-chants yg kami teriakan,giant flag yg kami kibarkan,red flare yang kami nyalakan dan bomb smoke yg kerap menghalangi pandangan kami. 



Selang beberapa sa’at,pertandinganpun dimulai. Kendati sering terjadi “jual beli serangan” akan tetapi babak pertama ditutup dengan skor 0-0. Memasuki babak kedua,tensi pertandingan tetap tinggi. Hingga pada menit 62 akhirnya Pedro Javier  mampu memecah kebuntuan. Tendangan kerasnya mampu merobek gawang Arema yg dikawal oleh Kurnia Meiga setelah menggantikan kakaknya,Ahmad Kurniawan karena cidera di babak pertama. Sontak saja,kami berteriak lantang menyambut goal tersebut. Kembali red flare dan bomb smoke menghiasi tribun yg kami tempati,kali ini jauh lebih massive dari sebelumnya. Mendekati akhir pertandingan,Arema semakin gencar melancarkan serangan,berkat kokohnya barisan pertahanan Persija yg dikomandoi oleh Fabiano Beltrame,skor 1-0 tetap tidak berubah hingga peluit panjang berbunyi mengakhiri pertandingan sore itu.




Seusai pertandingan kamipun menyanyikan chants kepada Pasoepati yg telah menerima kami dengan sangat baik. Setelah mengambil beberapa gambar menggunakan kamera digital yg dibawa,kami berduapun keluar dari stadion sambil membahas dan merundingkan alat transportasi apa yg akan kami gunakan untuk pulang nanti.

Untuk menggali informasi akan hal ini,kami bertanya kepada Bapak penarik becak,dari keterangan yg kami dapat dari beliau,akhirnya kami memutuskan untuk naik bus saja. Kamipun menggunakan jasanya untuk mengantar kami ke terminal.

Karena tidaki mau membuang waktu,kamipun segera mencari tiket bus. Sesampainya diloket,sebelum membeli tiket,kami bertanya-tanya dulu so’al harga,ternyata harga yg ditawarkan cukup tinggi. Di tengah-tengah perbincangan kami dengan petugas,datang seorang The Jak yg kemudian kami ketahui kalau dia datang dengan seorang anak dan isrtinya untuk menawarkan tiket yg telah beli untuk dijual kembali kepada kami karena mereka akan pulang dengan rombongan. Dari harga yg dia dan petugas itu tawarkan ternyata masih cukup mengganjal. Kamipun beringsut pergi meninggalkan loket tanpa hasil. Tidak jauh dari loket yg kami tinggalkan,kamipun dipanggil oleh orang yg sama,kali ini dia menawarkan dengan harga yg berbeda. Setelah berdiskusi,akhirnya kamipun membeli tiket yg ditawarkan. Jika dibandingkan dengan harga yg ditawarkan oleh petugas tadi,memang sangat jauh bedanya.

Kamipun pulang menggunakan bus yg nyaman. Dalam perjalanan pulang,tidak banyak yg kami perbincangkan. Hanya membahas sedikit tentang pertandingan yg baru saja kami saksikan. Sisanya kami istirahat dan tertidur,meskipun saya sering terbangun,efek dari pendingin yg memfasilitasi bus tersebut. Rasa dingin saya tertolong dengan kain sarung yg saya bawa dan pinjam dari rumah teman saya. Dan sayapun tertidur pulas.

Sekitar pukul 8 pagi ,bus pun memasuki daerah Jatiwangi,Bekasi. Kami berdua menuruni bus yg kami tumpngi di iringi oleh gerimis tipis yg cukup membasahi tanah kota ini.
Perjalanan yg sangat sarat makna,buat saya. Menempuh bentangan jarak  hanya untuk 90 menit pertandingan,hanya untuk Persija,hanya untuk sebuah kebangga’an,tidak akan pernah dapat di ukur oleh uang.

Akhir sekali,saya mengucapkan terimakasih untuk Persija,yg mendorong saya untuk menyentuh secubit dari sisi lain negeri ini. Kota Solo yg bersedia menjadi rumah kedua kami. Puji Astuti,yg menyediakan tempat istirahat untuk kami (oleh-olehnya juga). Pasoepati dan Aremania  yg menyambut kami dengan sangat baik. TERIMA KASIH

PERSIJA SELAMANYA……!!!!!


@doel_12

Tidak ada komentar:

Posting Komentar