Malam
sekali,teman saya dengan akun @One_NurRifai mention ke akun tweeter milik
saya,inti dari pesannya adalah jangan terlalu siang datang kerumahnya karena
memang pada esok harinya kami harus datang lebih awal dari jam keberangkatan
kereta api yang tiketnya sudah di reservasi olehnya jauh-jauh hari. Saya yang
memang belum bisa tidur karena ada masalah pribadi yg belum bisa beranjak dari
pikiran saya. Saya tidak membalas mention nya. Karna merasa tidak
nyaman,takut-takut kalau saya malah bangun kesiangan,akhirnya saya putuskan
untuk mengirimi pesan saja ke daftar kontak saya yang memang ada nama dia
disana.
Esoknya
saya bangun lebih awal dari biasanya,tapi saya tetap merasa kalau saya sudah
bangun telat. Bergegas saya membersihkan badan,menyiapkan barang-barang yang
mesti dibawa. Sebelum berangkat saya mengirim pesan singkat ke teman saya yg
lain,yang sudah saya anggap sebagai kakak perempuan saya sendiri,Puji Astuti
namanya,yg kebetulan sedang berada dikampungnya,desa Sragen. Rencananya saya
dan teman saya akan berkunjung kerumahnya terlebih dahulu sebelum bergerak ke tujuan
utama kami,Stadion Manahan.
Sesampainya dirumah teman saya,ternyata dia belum
siap-siap,jangankan packing barang-barangnya,bahkan mandipun belum. Karena
sudah terbiasa dengan tingkah laku dan kebiasa’an dia,jadi saya sudah
terbiasa,sambil menunggu dia rapi saya memilih untuk istirahat sejenak,sambil
mengisi daya ponsel saya yg katanya pintar,tapi sangat tidak pintar untuk
menyimpan daya.
Selesai
shalat Ashar kami berangkat menuju stasiun Tenabang. Apa yg kami perkirakan
ternyata benar,bahwa jalan sudah mulai macet. Menjelang Maghrib akhirnya kami
sampai di stasiun kereta tujuan kami. Masih ada waktu beberapa jam untuk kami
beristirahat dan melakukan kegiatan lainya,seperti menjalani kewajiban kami
sebagai makhluk yang beradab dan mengisi perut tentunya. Perihal yang satu
ini,teman saya memang sudah tidak diragukan lagi kapabilitasnya,dia sering
membawa bekal tanpa diminta,menunyapun sudah sangat saya dan teman-teman lain
hafal,yup…mie instan,tapi selalu terasa nikmat dan bermanfa’at untuk menunda
lapar. Setelah selesai,kami menunggu jam keberangkatan di pinggir peron sambil
bersenda gurau.
Dan
pengumuman dari pengeras suara stasiunpun terdengar,bahwa kereta yang akan kami
tumpangi sudah siap di jalur 3,bergegas kami mencari gerbong dan nomor kursi yg
tertera di tiket kami masing-masing,bersama dengan beberapa rombongan yg dari
atribut dan pakaian mereka sudah sangat kami kenali. "Persija,yakinlah kau ‘tak
akan pernah sendiri",ucap saya dalam hati.
Tepat
pukul 19:40 kereta mulai melaju,saya dan teman saya duduk bersebelahan meskipun
dari nomor bangku,harusnya kami berada di kursi yg terpisah. Di sepanjang
perjalanan kami membahas apa saja untuk menghilangkan rasa penat selama di
perjalanan sebelum akhirnya kami sibuk dengan kegiatan masing-masing,dia yang
mulai sibuk dengan ponsel pintarnya,sedangkan saya lebih memilih membaca buku
yg saya bawa. Karena saya memang sengaja me non aktifkan ponsel saya untuk
menghemat daya.
Ditengah-tengah
perjalanan,entah sudah berapa kali kereta yang kami tumpangi berhenti,mempersilahkan
kereta yang kelasnya lebih dari sekedar
kereta api kelas ekonomi untuk lewat lebih dulu. Dan entah sudah berapa kali
saya terlelap,karena pada malam sebelumya saya memang tidur terlalu larut.
Sesampainya
di stasiun Cirebon,kereta berhenti untuk kembali mengangkut penumpang,mulai
dari stasiun ini kami duduk terpisah,karena kursi yg tadi kami gunakan sudah
ada penumpangnya. Di stasiun ini kereta berhenti cukup lama,dan dimanfa’atkan
oleh penumpang lain untuk keluar membeli makanan.
Selang
beberapa sa’at keretapun mulai melanjutkan perjalanan,dan saya kembali
melanjutkan baca’an saya yg sempat tertunda gara-gara tertidur. Dan tidak lama
kemudian ternyata saya tertidur kembali.hehe...
Tanpa
terasa malam ternyata sudah digeser dengan pagi,lebih tepatnya dini hari. Saya
yang melihat teman saya berdiri diantara sambungan gerbong mengisyaratkan saya
untuk bergabung denganya. Dan kamipun berdiri di depan pintu kereta api sambil
menikmati udara pagi ditemani sebatang rokok yg dijepit dijemari.
Kami
tidak banyak mengobrol meskipun berdiri bersebelahan,karena dia mulai sibuk
dengan kameranya untuk mengabadikan beberapa view yg menurutnya menarik,dan saya hanyut dibuai dinginya kabut
pagi dan menikmati secuil dari keindahan yang dimiliki negeri ini. Tanpa
terasa,ternyata kami sudah memasuki daerah Jogjakarta,beberapa penumpang turun
di stasiun Tugu dan Lempuyangan. Saya cukup "excited" dengan stasiun yang
terakhir saya sebutkan,karena ingin merasakan sendiri bagaimana rasanya
menikmati sendiri suasana disana. Ternyata apa yang diceritakan dalam buku yang
pernah saya baca memang begitu adanya.
Perlahan
tapi pasti kereta mulai meninggalkan Lempuyangan,karena kereta sudah mulai
kosong,saya dan teman bejalan-jalan menelusuri isi kereta,mulai dari gerbong
yang satu ke gerbong yang lain. Sampai akhirnya kami menemukan tempat
masing-masing yang cukup nyaman untuk kembali menikmati perjalanan,meski
gerbong yang kami tempati berbeda,tetapi kami masih bisa berkomunikasi dengan
baik,karena kami memang kembali duduk dipintu gerbong yang berdekatan. Syalpun
saya keluarkan dari tas yang saya bawa,dan melilitkanya dileher.
Kereta
bergerak cukup lambat,sehingga saya bisa mengamati apa saja yg saya lihat
sepanjang perjalanan. Beberapa sa’at sebelum memasuki stasiun Balapan,ada
sekumpulan anak kecil yang bermain tidak jauh dari sisi rel,tiba-tiba mereka mengacungkan
jari jempol dan telunjuknya secara bramai-ramai,saya yg melihat pemandangan
tersebut,sontak membalas salam mereka dengan tersenyum bangga dan bahagia.
Tidak
lama kereta yang kami tumpangi berhenti di stasiun Balapan,dan pemandangan yang
mencuri perhatian saya adalah banyaknya tentara yang membawa senapan laras panjang
di stasiun ini,karena pada kemarin harinya memang terjadi bentrok warga di kota
ini. Perjalananpun kami lanjutkan menuju stasiun tujuan kami yang terakhir.
Stasiun Jebres.
Sesampainya
di Jebres,tidak jauh berbeda dengan Balapan,disini juga banyak tentara yang
brjaga-jaga sambil membawa senjata yang lekat digenggamanya. Kamipun turun
dengan perasa’an lega,setelah menempuh perjalanan yang cukup melelahkan. Hal
yang pertama kami lakukan sesampainya di Jebres adalah mencari toilet untuk
membersihkan badan yg terasa sudah sangat lengket karena keringat.
Selesai
mandi,saya mengirim kabar ke teman saya yang berada di Desa Sragen,bahwa kami
sudah sampai di Jebres,sambil menunggu pesan balasan dari teman saya tersebut
untuk memberi arahan rute selanjutnya yang akan kami tempuh agar bisa sampai ke
rumahnya,kami mencoba untuk memesan tiket kereta untuk perjalanan pulang.
Disini kami kecewa,karena ternyata tiket kereta api ekonomi untuk Solo-Jakarta
sudah habis semua. Kami mencoba untuk memesan tiket kereta api kelas
Bisnis,ternyata masih ada,akan tetapi harganya tidak sesuai dengan kemampuan
kami. Dan kamipun meninggalkan loket dengan tangan kosong.
Ponsel
saya berbunyi,ternyata teman saya yg mengirim pesan singkat. Dari pesan yang
saya terima ternyata kami harus ke terminal Tirtonadi lebih dulu,dan kemudian naik Bus
jurusan Gemolong dan turun di Perempatan Kali Jambe,nanti dia akan menunggu
disana. Kami dianjurkan naik becak dari Jebres ke Terminal,tetapi kami lebih
memilih jalan kaki,dengan alasan agar lebih hemat.
Sudah
cukup jauh kami berjalan kaki sambil bertanya-tanya dengan orang yg kebetulan
kami temui dipinggir jalan,untuk memastikan bahwa arah yang kami tempuh adalah
arah yg benar. Ada satu hal yang menurut saya menarik ketika saya bertanya
dengan seorang Bapak yg sudah cukup tua,dimana letak terminal yang kami maksud.
Kemudian beliau menerangkan dengan bahasa Jawa yang kental,saya yg sedikit
mengerti bahasa Jawa secara keseluruhan mengerti apa yg beliau katakan. Akan
tetapi,saya sedikit "melongo" setelah mendengar kata bangjo,sambil berfikir dan meraba-raba artinya,kamipun melanjutkan
perjalanan.
Sudah
cukup jauh kami berjalan,akan tetapi terminal tujuan kami belum juga nampak.
Akhirnya kami memutuskan untuk beristirahat dulu disebuah angkringan dipinggir
jalan. Setelah memesan dua porsi nasi
pecel dan dua gelas teh manis kamipun kembali bertanya kemana arah yg harus
kami tempuh untuk menuju terminal yg kami maksud. Bapak pemilik angkringan yg
kalau berbicara selalu diawali dengan kalimat "minta seribu" alias "nyuwun sewu" hehe…menjelaskan bahwa terminal tersebut tepat
dibelakang bangunan yg dia tunjuk. Lantas dia balik bertanya tujuan kami nanti
mau kemana,dan sayapun menyebutkan tempat dimana teman saya akan menjemput.
Setelah tau bahwa kami akan ke Kali Jambe diapun menyarankan untuk tidak naik
angkutan dari terminal,melainkan menunnggunya saja dipinnggir jalan di dekat Bangjo yang jaraknya tidak jauh dari
tempat ini,kami berdua kembali "melongo",tapi sungkan untuk bertanya apa itu Bangjo?
Hidangan
dihadapan kami yg tadi dipesanpun telah kami babat habis,setelah membayar apa
saja yg telah kami makan dan perutpun sudah terasa kenyang,akhirnya kamipun
melanjutkan perjalanan. Tidak jauh dari tempat kami makan,kembali kami
bertanya,kali ini Polisi yg sedang bertugas yg jadi peta kami,hehehe…dari
petunjuk yg diberikan,ternyata angkutan yg kami maksud tepat berada di depan
kami,tanpa membuang waktu kamipun bergegas menuju angkutan tersebut,setelah
mengucapkan terimakasih tentunya.
30
menit di dalam bus akhirnya kamipun sampai di perempatan Kali Jambe,belum
sempat saya mencari nama teman saya diponsel untuk saya hubungi,teman yg akan
menjemput kami memanggil-manggil saya sambil melambaikan tangan diseberang
jalan. Dari ceritanya,ternyata dia sudah menunggu selama kurang lebih 30 menit.
Setelah saling berbalas salam dan bergurau sebentar,dia memanggil seorang
tukang ojek untuk mengantarkn dia dan anaknya yg sedang asyik makan ayam goreng
untuk pulang kerumahnya,sedangkan kami menggunakan sepeda motor Astrea Grand
milik ayahnya yg digunakan olehnya ketika berangkat dari rumah.
Ternyata
jalur yg kami lewati cukup menarik perhatian saya,meski tidak ekstrim,tapi kami
harus naik turun karena letak desanya memang di daerah perbukitan. Akhirnya
kamipun tiba dirumahnya,setelah memberi salam dan bersalaman dengan
ibunya,kamipun langsung duduk dan menyandarkan tubuh kami dikursi tamu karena
kelelahan. Tidak lama berselang kamipun disuguhi bermacam makanan yg diletakkan
di atas meja dihadapan kami. Bertanya tentang kabar kami masing-masing,bercerita
tentang perjalanan kami menuju Solo,tidak lupa,sayapun menanyakan apa itu Bangjo?dan ternyata kata itu adalah
sebuah akronim yg berartiabang (merah)
dan ijo (hijau) yg artinya lampu
merah,sayapun protes,kenapa tidak disebut bangjoning?karena
warna lampu merah bukan hanya merah dan hijau melainkan ada juga kuningnya,biar
sekalian lengkap tidak hanya disebut sebagian warna saja,mendengar itu kami
semuapun tertawa tanpa memperdulikan jawaban dari pertanya’an konyol saya tadi
hehehe...ternyata merangkum kenangan ketika masih dalam satu lingkungan kerja,berkisah
tentang apa saja membuat waktu terasa berputar terlalu cepat,hingga kami tidak
menyadari kalau hari sudah siang.
Setelah
Dzuhur saya dan teman seperjalanan saya akhirnya memutuskan untuk berangkat
menuju tujuan utama kami,Stadion Manahan. Kamipun pamit,dengan bobot tas yg
bertambah berat,bukan karena kelelahan,melainkan oleh-oleh yg tidak sampai hati
untuk saya tolak. Dengan sepeda motor milik Ayah teman saya yg saya kendarai
dengan 2 penumpang yaitu rekan saya,dan adik laki-laki teman saya yg mengantar
kami menuju tempat dimana kami turun untuk kembali naik angkutan menuju
terminal Tirtonadi dan kemudian dilanjutkan menuju Stadion Manahan.
Sesampainya
di Manahan,suasana sudah sangat ramai,padahal pertandingan baru akan dimulai
lebih dari 2 jam lagi. Seperti yg kami duga,supporter yg datang di dominasi
oleh Aremania,karena dari letak geografisnya mereka memang lebih dekat. Tidak
ingin membuang waktu,kamipun langsung mencari tiket masuk. Setelah mendapatkan
tiket pertandingan barulah kami mencari tempat teduh untuk beristirahat,sambil
sesekali mengambil gambar dengan latar belakang stadion dan suasananya.
1 jam
sebelum kick off,kamipun mulai
memasuki stadion. Dan suasananya sudah sangat ramai. Nampak sekali dominasi
warna biru di dalam sana,akan tetapi kalah jumlah tidak menciutkan nyali kami
untuk beradu kreasi dalam mendukung tim kebangga’an kami…Persija Jakarta. Hal
ini dapat dilihat dari chants-chants yg kami teriakan,giant flag yg kami kibarkan,red
flare yang kami nyalakan dan bomb smoke yg kerap menghalangi pandangan kami.
Selang
beberapa sa’at,pertandinganpun dimulai. Kendati sering terjadi “jual beli
serangan” akan tetapi babak pertama ditutup dengan skor 0-0. Memasuki babak
kedua,tensi pertandingan tetap tinggi. Hingga pada menit 62 akhirnya Pedro
Javier mampu memecah kebuntuan.
Tendangan kerasnya mampu merobek gawang Arema yg dikawal oleh Kurnia Meiga
setelah menggantikan kakaknya,Ahmad Kurniawan karena cidera di babak pertama.
Sontak saja,kami berteriak lantang menyambut goal tersebut. Kembali red flare
dan bomb smoke menghiasi tribun yg kami tempati,kali ini jauh lebih massive dari sebelumnya. Mendekati akhir
pertandingan,Arema semakin gencar melancarkan serangan,berkat kokohnya barisan
pertahanan Persija yg dikomandoi oleh Fabiano Beltrame,skor 1-0 tetap tidak berubah
hingga peluit panjang berbunyi mengakhiri pertandingan sore itu.
Seusai
pertandingan kamipun menyanyikan chants kepada Pasoepati yg telah menerima kami
dengan sangat baik. Setelah mengambil beberapa gambar menggunakan kamera
digital yg dibawa,kami berduapun keluar dari stadion sambil membahas dan
merundingkan alat transportasi apa yg akan kami gunakan untuk pulang nanti.
Untuk
menggali informasi akan hal ini,kami bertanya kepada Bapak penarik becak,dari
keterangan yg kami dapat dari beliau,akhirnya kami memutuskan untuk naik bus
saja. Kamipun menggunakan jasanya untuk mengantar kami ke terminal.
Karena
tidaki mau membuang waktu,kamipun segera mencari tiket bus. Sesampainya
diloket,sebelum membeli tiket,kami bertanya-tanya dulu so’al harga,ternyata
harga yg ditawarkan cukup tinggi. Di tengah-tengah perbincangan kami dengan
petugas,datang seorang The Jak yg kemudian kami ketahui kalau dia datang dengan
seorang anak dan isrtinya untuk menawarkan tiket yg telah beli untuk dijual
kembali kepada kami karena mereka akan pulang dengan rombongan. Dari harga yg
dia dan petugas itu tawarkan ternyata masih cukup mengganjal. Kamipun beringsut
pergi meninggalkan loket tanpa hasil. Tidak jauh dari loket yg kami
tinggalkan,kamipun dipanggil oleh orang yg sama,kali ini dia menawarkan dengan
harga yg berbeda. Setelah berdiskusi,akhirnya kamipun membeli tiket yg
ditawarkan. Jika dibandingkan dengan harga yg ditawarkan oleh petugas
tadi,memang sangat jauh bedanya.
Kamipun
pulang menggunakan bus yg nyaman. Dalam perjalanan pulang,tidak banyak yg kami
perbincangkan. Hanya membahas sedikit tentang pertandingan yg baru saja kami
saksikan. Sisanya kami istirahat dan tertidur,meskipun saya sering
terbangun,efek dari pendingin yg memfasilitasi bus tersebut. Rasa dingin saya
tertolong dengan kain sarung yg saya bawa dan pinjam dari rumah teman saya. Dan
sayapun tertidur pulas.
Sekitar
pukul 8 pagi ,bus pun memasuki daerah Jatiwangi,Bekasi. Kami berdua menuruni
bus yg kami tumpngi di iringi oleh gerimis tipis yg cukup membasahi tanah kota
ini.
Perjalanan
yg sangat sarat makna,buat saya. Menempuh bentangan jarak hanya untuk 90 menit pertandingan,hanya untuk
Persija,hanya untuk sebuah kebangga’an,tidak akan pernah dapat di ukur oleh
uang.
Akhir
sekali,saya mengucapkan terimakasih untuk Persija,yg mendorong saya untuk
menyentuh secubit dari sisi lain negeri ini. Kota Solo yg bersedia menjadi
rumah kedua kami. Puji Astuti,yg menyediakan tempat istirahat untuk kami
(oleh-olehnya juga). Pasoepati dan Aremania
yg menyambut kami dengan sangat baik. TERIMA KASIH
PERSIJA
SELAMANYA……!!!!!
@doel_12