Rabu, 16 September 2015

"Tempus fugit, non autem memoria"

"Time flies, but not memory". Kira-kira seperti itu arti judul di atas, sebaris kalimat yang gue kutip dari salah satu bab novelnya Ika Natassa. Yup… waktu memang boleh saja terbang, karena itu adalah sebuah keniscayaan, waktu memang terus pergi menghilang tanpa harus menunggu seseorang dan itu adalah sebuah keharusan, tapi tidak untuk kenangan. Kenangan tetap tinggal dalam ingatan, peduli itu manis, getir atau bahkan pahit. Dan kali ini gue akan coba berbagi tentang itu, di sini. Tentang tongkrongan teman kerja yang kalau jam istirahat tiba, hobinya ngopi dan ngerokok sambil memaki satu sama lain, tapi justru dari sanalah rasa kekeluargaan ini terjalin.



Sebelumnya gue mau tegaskan, kalau semua yang gue tulis di sini adalah murni dari sudut pandang gue, hasil inkubasi dari subjektifitas yang gue lihat, amati dan alami sendiri. Jadi, kalau ada yang merasa tidak berkenan, ya maaf, kalian memang seperti itu di mata gue. So, fasten your seatbelt first, felas

Dimulai dari Om BJ a.k.a Bang John, dia adalah “AKTOR INTELEKTUAL di tongkrongan, penuh “SOLIDARITAS” dan “MANUSIAWI”. Orang yang bikin “ATMOSPHERE NGEBLUES” dengan lagu yang musiknya “NGGAK ROCK AND ROLL” dari hand phone miliknya yang sering dia putar. Jangan belaga songong dah di depan dia kalo enggak mau dibilang “KAMPUNGAN”. Dia orangnya “SLOW BUT SURE” “MEMANG”, tapi kadang keras kaya “KARANG” soalnya dia salah satu “GENERASI BIROE”. Jadi kalo dia minta “KOPI AIR HUJAN” ya “LO HARUS GRAK”, sambil bawa “H.A.M.BURGER kalo bisa, dan lo nggak mau kan “JAKARTA MELEDAK LAGI” cuma “GARA-GARA KAMU” “SALAH” akan sesuatu yang harusnya bisa di “TOLERIR”. Tapi dia enggak “SELALU BEGITU” kok kalo lagi “BREAK”, jadi semuanya ya “NGGAK PERLU” “JADI MASALAH” dan ngerasa “SERBA SALAH”. Yang pasti Om BJ bikin gue nostalgia lagi sama SLANK, band yang gue suka dari masih “BOCAH”, tapi mulai “KALAH” dan terlupakan ketika gue mulai suka sama Billie Joe Armstrong “AN+-=-‘~>”.  Pokoknya ngopi sambil nge”GOSIP JALANAN” bareng Om BJ, “TERLALU MANIS” untuk dilupakan. Kalo gue ada salah-salah kata dan kelakuan, “MAAFKAN” ya Om BJ, “JUST KIDDING” :D.



Ada yang pernah nonton film Green Street Hooligan? Nah, karakter Bovver di film tersebut sedikit mirip sama Om Wainx Jagger. Agak keras dan enggak gampang nerima orang baru, tapi setelah kenal deket sama orang yang satu ini, lo bakalan betah ngobrol lama sama dia. Wawasannya luas, mau ngobrol apa aja bakal nyambung dan dijabanin sama dia. Mau bahas sepakbola? Doski faham, terlebih lagi kalo soal Manchester United. Ngobrolin musik apalagi, dari nama belakangnya yang pake “jagger” aja udah jelas kalau dia itu penganut ortodoks group musik kawakan, Soneta. Iye iyeeee… bukan Soneta tapi Batu Berguling alias "Rolling Stones." Pokoknya doski ngerock abis dah, walaupun gue sempet kaget pas dia bawain lagunya Pitbull waktu karaokean bareng di villa. Biar kata “Brandy Brain”, dia itu representasi nyata dari lagu “Papa Rock n Roll” yang dibawain The Dance Company, yup…dia rocker yang sayang keluarga, terutama sama Revina, putri pertamanya. You’re so amazing, Om.

Selanjutnya, Wien Danny Ariga. Si bangsat Interisti yang ganteng ini adalah kawan seperjuangan gue di tempat kerja, pasalnya mulai dari test sampai hari pertama kerja, gue barengan sama dia. Hari-hari pertama kerja, seringnya gue cuma berdua sama dia kalau istirahat, dengan catatan kalau gue istirahat enggak rollingan hahaha. Dia sedikit lebih beruntung dari gue karena punya partner kerja laki-laki yang bisa diajak ngobrol dan ngerokok bareng, beda sama partner kerja gue yang semuanya perempuan sebelum akhirnya gue tersisih dan pindah bagian bareng Ridwan. Wien Danny yang akrab dipanggil dengan sebutan Way ini adalah orang yang pertama kali ngenalin gue sama group band asal Jepang, One OK Rock. Dan orang yang selalu membangga-banggakan treble-nya Inter merda ini sebenarnya adalah mahasiswa teknik tingkat akhir di salah satu Universitas ternama, entahlah dia lebih memilih bekerja dan menunda wisuda.

Kalau acara Spontan yang dulu Uhuuuy itu punya Komeng, tongkrongan kami punya Ali, orang yang enggak pernah kalah kalau lagi maen cengan. Jangan ngomong macem-macem di depan Ali kalau enggak mau abis diledekin gara-gara omongan lo sendiri. Tapi memang benar kata pepatah “sepandai-pandainya tupai melompat, suatu saat pasti akan jatuh juga”, enggak jauh beda sama Ali yang pernah dibilang “goblok” sama Bos Bombom, cuma karena Ali enggak suka makan durian wekawekawekaweka.

What a fucking shit…tiba-tiba gue nge-blank pas mau nulis tentang Bang Udin. Orang Priok yang satu ini emang yang paling ajaib di tongkrongan. Biar kata gigi depannya hilang satu hingga membuat lubang ompong menganga kurang ajar di antara deretan giginya, tapi dia paling suka nyengir. Pokoknya diapain aja Bang Udin bakalan nyengir, dibilangin baik-baik dia nyengir, dijelasin pelan-pelan dia nyengir, diledekin dia nyengir, dimarahin dia nyengir, dicengirin dia nyanyi “Kursi Pelaminan Biru”nya Caca Handika…laaaaaah.


Supri dan Jessen, dua orang yang kalau lagi main catur neriakin semua jenis binatang. Dari yang besar sampai yang kecil, dari yang hallalan toyiba sampai haram zadah, dari dinosaurus sampe amoeba, dari ayam sampe anjing dan babi. Jangan deket-deket kalau mereka berdua lagi main catur, kecuali lo punya baja pelindung yang ada di motornya Ksatria Baja Hitam. Chaos abis dah pokoknya, berbahaya untuk anak di bawah umur tanpa didampingi orang tua. Sayangnya, Jessen yang statusnya sudah karyawan tetap harus rela mengundurkan diri karena ulah bangsat yang tidak tahu adat. Satu pesen gue ke lo Jes, pokoknya lo harus tetep "don’t afternoon". Kalo buat Supri sih, sering-sering aja diangkat jadi kartap, biar sering jadi donatur senang-senang juga hahaha.

Sebenarnya masih banyak yang mau gue tulis di sini, seperti Feri Dheyeng, senior pertama yang ngajarin gue gimana caranya kerja dan kabur buat ngopi. Dede konde, anggota kelompok sindikat korek api, penjaga gawang andalan kalo lagi maen futsal. Tri Hari Ganang, anak gunung yang suka rame tapi sering enggak jelas juga kalo lagi di tongkrongan. Ojlo alias Ahmad Fabregas yang nyeletuknya sesekali doang, soalnya repot sama game-nya. Terus Ridwan, partner gue yang sering gue tinggalin madol, satu-satunya orang yang berani bentak-bentak Om Wainx dan mau nyeburin Om BJ, sekarang percaya kan apa kata Kaka Slank di lagu Bali Bagus?! Ada juga Eko, fans MU yang satu ini juga tau banyak hal, jadi enak-enak aja kalo ngobrol sama dia, bisa nambah wawasan, sama nambah bahan tertawaan perihal yang punya toket gede hahaha. Pak Edi yang masih punya koleksi lagu-lagu Rock Malaysia di HP nya, winduuuuu…windu sewindu windunyaaaa, tapi kau tak pewnah mengewti (vocalist nya enggak bisa bilang R). Buat Imam sama Elvan, tolong ingetin Priyo, biar enggak masuk dalam retribusi daerah, pajak jadian tetep wajib dibayar, tapi jangan pake jasa Mang Kehed, calo dari segala calo. Enggak ada habisnya kalau bercerita tentang kalian, pokoknya kalian keren lah.



Maybe we were born to be losers, but we are the losers who shout no surrender. Di dalam gedung itu mungkin kita memang seorang pecundang, entah itu dipecundangi oleh otoritas waktu, kompleksitas system , atau ketetapan Bapak yang selama ini kita sebut sebagai “pimpinan”. Tapi, bukan berarti kita menyerah begitu saja, karena di sana juga kita gantungkan harapan, dan harapan tersebut adalah alasan untuk sebuah perjuangan. Caranyapun beragam, mulai dari yang banting tulang sampai yang santai hingga masuk ketinggalan, bisa juga istirahat rollingan demi deretan angka yang tertera pada selembar kertas di akhir bulan, atau bekerja sewajarnya manusia bekerja tanpa melewatkan hangatnya suasana kekeluargaan ketika harum kopi Mamang meruap di pagi hari dari trotoar jalan, tanpa mengacuhkan kebersamaan di depan parkiran, saat gorengan Bang Kumis menemani obrolan setelah seharian diperah dalam ruang putih nan dingin tapi tetap bikin keringatan. Semuanya sah-sah saja, tapi selalu ada konsekuensi dalam setiap pilihan. Dari sanalah titik awal yang menyatukan kita, menumbuhkan rasa yang sama, rasa kekeluargaan hingga lengan waktu ‘tak mampu merenggutnya.

Ketika waktu gue telah tiba untuk menarik diri dari hingar bingar dunia kerja kalian, gue memang memilih untuk tidak menjabat satu persatu setiap individu yang ada di dalam sana untuk mengucapkan kata perpisahan. Bukan bermaksud untuk bersikap tidak sopan, akan tetapi buat kalian yang menganggap gue pernah ada, pernah beririsan dengan kalian, gue enggak pergi kemana-mana, gue masih ada dan enggak pulang kampung ke Jawa (siapa juga yang mau terima gue di sana?!). Gue akan berusaha untuk tetap datang bermain futsal pada hari selasa, jika diundang. Sekalian bayar hutang pulsa sama Wien Danny Ariga.

Gue dan orang-orang yang sudah tidak lagi mengopi dan saling memaki di tongkrongan bersama kalian, masih akan merasa kalau kalian adalah keluarga, meski tidak lagi bekerja dalam satu ruangan yang sama. Karena keluarga bukan untuk mereka yang bertemu setiap hari, tapi untuk mereka yang mau berbagi tawa, canda dan rangkulan hangat di setiap jumpa lagi dan lagi.


"Time flies, but not memory"
"Famiglia, per sempre sara"
@doel_12