Senin, 14 Juli 2014

Sebrangi Lautan Demi Persija

Seperti biasanya, gue selalu mencatat setiap perjalanan yang gue lakukan, baik naik gunung juga menonton pertandingan Persija khususnya di luar kota, bukan untuk gaya - gayaan, karena gue cuma fans biasa, tidak ada apa - apanya jika dibandingkan dengan mereka yang datang setiap Persija berlaga, baik kandang maupun tandang. Tapi buat gue, setiap perjalanan dan kejadian punya tempat untuk dicatat, sekedar sebagai alat agar mudah mengingatnya atau lebih dari itu.

Seperti sore itu, diawali dengan sepiring nasi uduk yang telah habis gue santap begitu juga Tovan, donatur gue dalam beberapa tour tandang belakangan ini. Sambil menunggu jemputan yang mengantar kami ke GBK, tepatnya Hall Basket Senayan, gue dan Tovan menyempatkan diri untuk mengisi perut terlebih dahulu. Tidak lama berselang, mobil yang akan mengantar kami pun akhirnya tiba. Di dalamnya sudah ada kepala suku, Mas Iyon dan 4 orang lainnya, yaitu Bayu, Batok, Ajun dan Daus. Beruntung untuk kami, lalu lintas pada saat itu tidak terlalu macet, sehingga kami tidak perlu berpanas - panas ria di dalam mobil tersebut.

Sekitar jam 9 malam, akhirnya kami tiba di tempat tujuan pertama kami, Hall Basket Senayan. Sudah banyak para loyalis Persija yang berkumpul di sekitaran gedung, gue dan teman rombongan lain mencari tempat untuk beristirahat dan mengakrabkan diri masing - masing, karena ini kali pertama gue bertemu dan melakukan tour tandang bersama mereka, kecuali Mas Iyon dan juga Tovan pastinya. Sama seperti tour tandang sebelumnya, yaitu ke Jepara, kali ini juga gue ikut dengan rombongan Curva Sud Persija (CSP) . Bedanya, pada perjalanan kali ini, CSP tidak berangkat sendiri, karena akan berangkat bersama Tiger Bois, juga Garis Keras dan The Jakmania Pusat yang titik keberangkatanya dari Lebak Bulus.



Setelah memastikan semua peserta sudah hadir dan berada di dalam bus, kamipun akhirnya berangkat menuju Pelabuhan Merak, diawali dengan do'a bersama yang di pimpin oleh pentolan CSP, Bang Bontot. Gue duduk bersama Tovan di belakang kursi yang diduduki oleh Batok, Ajun dan Daus, sedangkan Mas Iyon duduk bersama Bayu. Suasana di dalam bus mendadak meriah ketika Bang Bapuk mulai bersuara, meledek sopir hingga kernet bus yg kami sewa.

Malam terus bergerak meniti jejak orbit yang menuntunnya pada dekapan pagi, dingin angin laut menyambut kedatangan kami di pelabuhan Merak pada pukul 2 pagi. Beberapa waktu berselang, tibalah giliran bus yang kami tumpangi memasuki lambung kapal. Sesampainya di dalam kapal, gue bersama Tovan menjelajahi setiap bagian kapal, mulai dari depan sampai belakang. Menikmati suasana tepian malam ditengah selat yang kami seberangi, menatap bintang yang gemerlap bak lazuardi, mendengar deburan ombak yang menabrak kapal di kedua sisi. Setelah merasa cukup, kami berdua kembali bergabung dengan Mas Iyon dan yang lainnya. Kembali bercengkrama dengan teman 1 rombongan, sambil mendengarkan chants yang dikumandangkan oleh beberapa orang di sisi yang berhadapan dengan bagian kapal yang kami tempati.



Setelah kurang lebih 3 jam, akhirnya kapalpun sandar di Pelabuhan Bakauheni. Tanpa basa - basi lagi, kami melanjutkan perjalanan kami. Niat untuk singgah sejenak ke markas Jak Lampung yang sudah menyiapkan "sambutan" untuk kami, terpaksa dibatalkan, lantaran jalur yang diambil bukanlah jalur yang melintasi basis mereka. Badan yang terasa lelah juga melewati malam di kapal tanpa tertidur, membuat gue pulas di bangku bus, terlebih Tovan yang sudah tertidur lebih dulu.

Tidur ganteng gue berakhir ketika bus berhenti di sebuah rumah makan di daerah Tulang Bawang, tempat pertama yg gue injak di tanah sebrang. Selain istirahat, kesempatan ini juga gue pergunakan untuk sarapan juga membersihkan badan. Dan sialnya, gue dan beberapa The Jak yang lain kehabisan lauk untuk sarapan, hal ini dikarenakan terlalu lama antri di kamar mandi. Terpaksa kami harus menunggu beberapa saat, hingga lauk kembali tersedia.

Sarapan pagi telah usai, dan kami siap melanjutkan perjalanan kami. Banyak waktu di dalam bus gue lewatkan dengan tertidur. Meski terkadang terbangun karena badan terasa pegal - pegal. Sampai pada suatu tempat yang namanya gue tidak tau, gue cukup menikmati perjalanan dengan melihat berbagai macam pura yang berderet di sepanjang tepi jalan, mulai dari yang kecil hingga yang cukup besar. Masing - masing rumah di sini memiliki pura nya sendiri - sendiri, dan di antara deretan indah pura, ekor mata gue menangkap sebuah bangunan yang berbeda, yaitu mushola. Sekejap senyum gue mengembang, inilah Indonesia, dengan segala heterogenitasnya. Semoga tetap bisa menjaga kerukuan antar sesamanya, sebab pelangi terlihat indah karena aneka warna yang berpadu, bukan beradu tapi berpadu.

Dari balik jendela bus yang kerainya terbuka, larik - larik jingga mulai terlihat di langit Sumatra. Hari sudah mulai malam, tapi perjalanan masih cukup panjang untuk sampai ke tempat tujuan. Gue dan Tovan sesekali bercanda dan berbincang, sekedar untuk menghilangkan rasa bosan. Selama perjalanan, Tovan lebih sering tertidur, jujur saja, gue sampai takut dia lupa bagaimana caranya buka mata, meski terkadang masih sempat berbalas pesan dengan "seseorang", tapi itu tidak berlangsung lama. Karena, kalau dibandingkan dengan waktu tidurnya, itu tidak ada apa - apanya.

Waktu terus bergulir, berkejaran dengan roda - roda bus yang kami naiki. Setelah berhenti beberapa kali untuk beristirahat di tengah perjalanan, sekitar jam 10 malam akhirnya kami tiba di tempat tujuan. Sebuah ruko baru yang belum digunakan, disediakan oleh anak - anak Sriwijaya mania untuk tempat menginap kami. sebuah tempat yang lebih dari kata cukup, pasalnya selain cukup luas, tempat ini juga lumayan bersih (karena belum digunakan) dan yang terpenting adalah ada aliran dan terminal listrik untuk nge charge hp. Yup...sepertinya nge charge hp sudah menjadi kebutuhan primer dan ternasuk dalam kategori sembilan bahan pokok sekarang - sekarang ini.

Istirahat panjang sehabis lelah diombang - ambing di dalam bus selama perjalanan hanyalah angan semata, karena pada kenyataannya keinginan menikmati kota Palembang di malam minggu lebih besar dibanding rasa lelah yang dirasa. Selain itu, rasa lapar juga membuat gue, Tovan, Mas Iyon dan Bayu akhirnya menyudahi istirahat kami untuk keluar menikmati suasana malam dan berwisata kuliner. Selain untuk berwisata kuliner, sebenarnya kami juga menunggu Tesa, salah satu ketua korwil Singamania, yang akan menemui kami di sekitar sini. Berbeda dengan Bayu, selain menuggu Tesa dia juga sedang resah dan gelisah menanti perjumpaanya kembali dengan Putri, gadis Palembang yang dikenalnya ketika Jakmania Tour Palembang 1 tahun yang lalu. Tapi ya Bay, shot jarak jauh Ismed Sofyan aja bisa gagal, apalagi hubungan jarak jauh. :)

Selesai bersantap malam, ternyata Tesa belum juga datang untuk menemui kami, guna membunuh rasa bosan selama menunggu, kamipun bermain domino di depan Kilinik yang beroperasi 24 jam, di samping ruko tempat kami menginap. Daus, Ajun dan Batok pun bergabung bersama kami, tidak hanya berpartisipasi dalam permainan, mereka juga berpartisipasi dalam meledek Mas Iyon yang sering kalah dan ngocok juga pastinya. Selang beberapa waktu, akhirnya Tesa datang menemui kami. Dan susanapun bertambah riuh dalam canda juga tawa. Sayangnya, tidak lama setelahnya, Mas Iyon mengajak Tesa pergi mengunjungi Jembatan Ampera, dan permainanpun terpaksa selesai begitu saja. Gue, Tovan dan Bayu memilih tidur, sedangkan Daus, Ajun dan Batok pergi menyusul Mas Iyon dan Tesa berwisata malam ke Jembatan Ampera.

Sinar mentari pagi mengusik mimpi gue agar cepat pergi. Dan pagi yang cerah itu kian lengkap ditaburi dengan cerita lucu yang gue dengar tentang kejadian di malam hari. Jadi, ketika malam hari ada salah seorang The Jak yang menginap di sini dirasuki arwah kakeknya, lantaran dia mengingkari pantangan yang sudah mereka setujui. Dan parahmya, bukan dapat bantuan dari yang lain, malah dijadikan bahan lelucon seperti acara - acara misteri yang tayang di TV pada tengah malam, dan rekaman videonya berhasil membuat orang yang melihatnya tertawa. Setidaknya itu yang gue dengar dari cerita - cerita yang beredar di pagi itu.

Waktupun terasa bergerak bagitu cepat, setelah menumpang mandi di SPBU yang jaraknya lumayan jauh, siangnya isi perut dengan pempek, lalu main kartu domino (lagi), tertidur (lagi) setelahnya dan ketika bangun sudah diminta bersiap untuk berangkat, ke tujuan yang utama, Stadion Jakabaring. Suasana mendadak riuh, mulai dari membereskan barang bawaan yang bertambah banyak karena oleh - oleh, merapikan banner yang dijadikan alas tidur, melipat bendera yang di pasang di jendela bangunan dan yang paling ramai adalah antrian di depan kamar mandi. :)

Diawali dengan doa bersama, buspun bertolak menuju medan laga, dimana punggawa Persija akan bertarung demi kehormatan lambang Monas yang tersemat di dada. Dan kami, tidak akan pernah membiarkan para ksatria Ibu Kota bertarung sendiri, dan itulah alasan kami berada di sini, melangkahi jarak, menyebrangi lautan, hingga menjengkali pulau sebrang, demi kebanggaan yang akan tetap ada dalam hati, demi cinta yang tidak akan pernah mati dan demi nama yang merajut kami dalam ikatan suadara bahkan lebih dekat dari keluarga, Persija Jakarta.

Beberapa jam sebelum pertandingan, bus pun menepi di area sekitar Stadion Jakabaring, setelah sebelumnya berputar - putar mencari tempat parkir yang disediakan. Daus, Ajun dan Batok bertugas untuk memasang banner di dalam stadion, sedangkan Gue, Tovan dan Mas Iyon  merapikan tas untuk disimpan di dalam bagasi bus. Setelah beres, gue dan Tovan berjalan - jalan di sekitar stadion, sambil mencari object yang bagus untuk dijadikan background foto :). Setelah merasa cukup, kamipun bergabung kembali dengan yang lain, ternyata di sana sudah ada Bayu bersama Putri, dan yang terpenting adalah mereka membawa makanan. Disusul oleh Rafli, anggota Jak Palembang dan kemudian disusul oleh Tesa yang membawa satu kantong pempek, beberapa waktu berselang. :)






Semakin sore, standionpun semakin ramai di datangi oleh para supporter, baik tuan rumah maupun tamu. Selepas maghrib, kami memasuki tribun stadion melalu gerbang utara. Di dalamnya sudah terlihat berbagai macam bendera dukungan yang dikibarkan, yel - yel pembangkit semangat yang diteriakan, dan bunyi tambur yang dipukul semakin membuat stadion bergemuruh. Kami ditempatkan di tribun utara, diapit oleh Singamania dan Curva West, wait...Curva West ? baru denger dan terkesan sedikit maksa sih, tapi yaudahlah ya apa kata mereka aja.



Tepat pukul 19:00 wasit meniupkan peluit tanda pertandingan dimulai, baik Persja dan Sriwijya terkesan bermain hati - hati pada awal laga. Hingga akhirnya pada menit 19 Lancine Kone mampu memaksa Andrytani memungut bola dari gawangnya untuk yang pertama kali. Anehnya bukan malah semangat setelah kemasukan, Persija semakin terlihat kendor dalam bermain, keadaan yang dimanfaatkan oleh pemain Sriwijaya FC untuk terus memborbardir pertahanan Persija, dan Lancine Kone mampu memaksimalkan keadaan tersebut dengan mencetaak goal yang kedua. Harapan muncul di awal babak kedua, ketika Ramdani mampu memperkecil ketertinggalan, tapi keadaan itu tidak berlangsung lama, beberapa menit kemudian Anis Nabar mengubur harapan kami untuk mencuri poin dari Palembang dengan goal nya. Pertandinganpun selesai dengan kedudukan 3 - 1 untuk kemenangan Sriwijaya FC, selamat :)

Selain permainan Persija yang tidak sesuai dengan harapan kami, pertandingan tersebut juga "dibumbui" dengan beberapa kali bentrok supporter yang terjadi sepanjang pertandingan antara kedua kelompok supporter tuan rumah dengan saling melempar air keras ke masing - masing pihak lawan. Hal yang mengakibatkan kami tertahan beberapa saat sebelum meningalkan stadion.

Rencana untuk langsung bertolak pulangpun akhirnya harus berubah, dengan bergerak kembali ketempat kami menginap. Dengan kawalan beberapa sepeda motor dan satu mobil pick up dari pihak Singamania, kami berangkat meninggalkan titik awal keberangakatan. Benar saja, tidak terlalu jauh dari titik awal, bus yang kami naiki mendapat sambutan dari "temannya" Ozy Shahputra yang menganggap diri mereka adalah sekumpulan Ultras. Bentrokpun tidak bisa dihindarkan, maaf ralat, bukan bentrok, lebih tepatnya mengejar pelaku pelemparan tidak bisa dihindarkan, karena kata bentrok terlalu jantan bagi mereka yang melempar batu atau air keras lantas sembunyi di gelapnya gang. Setelah beberapa kali keluar dan masuk bus untuk merespon "sambutan" yang dilakukan, akhirnya kami memasuki jalur yang steril dari kelompok yang menganggap diri mereka sebagai Ultras itu. Dan wajah tenangpun diperlihatkan oleh Mas Iyon, sebab sebelumnya sempat gusar karena Batok yang keluar mengejar pelaku hingga masuk ke dalam gang, sudah memberi kabar. Perpisahan dengan Singamania pun ditutup dengan yel-yel ucapan terimakasih dari kami. Setelahnya, perjalanan pulangpun lancar tanpa kendala, kecuali gerutu penyesalan yang mengganjal selepas membayar dan meninggalkan Rumah Makan Pagi Sore. :)

Akhir kata, gue mau mengucapkan terimakasih untuk CSP yang memberi gue kesempatan untuk menikmati letupan pengalaman bersama kalian. Terimakasih juga untuk Singamania dan Sriwijaya Mania.

Untuk Persija, sungguh indah mencintaimu, begitu manis menggilaimu, sambutlah cinta kami dengan dekapan kemenangan, balaslah kegilaan kami dengan pekikan juara ketika mengangkat piala di ujung liga. Kami rindu moment 2001, dan percayalah kami akan terus bersamamu, menunggu terulangnya moment itu.

Di bawah langit ini, kami telah berjanji, 
kamu takan pernah sendiri
'tak peduli itu gelap, 'tak peduli itu sakit
kami di sini untukmu, Persija ku 

( Field of GBK_ Merseyside Ska )



@doel_12